Rabu, 26 November 2008

Benarkah Kaum Awam dipanggil untuk Terlibat dalam Kehidupan Politik?

Mengapa Pemilu 2009 Penting dan Gereja Mengajak Umat Terlibat?
disampaikan oleh Rm F Widyantardi Pr
dalam rekoleksi kerawam di HEning Griya BAturaden Purwokerto, 22-23 Nov


Benarkah Kaum Awam dipanggil untuk terlibat dalam kehidupan Politik?
Gereja mengharapkan orang beriman Katolik tekun terlibat dalam bidang politik. Alasannya bukan pertama-tama berhubungan dengan dengan kekuasaan atau jabatan publik, meliankan kecintaan serta tanggung jawab terhadap tanah air dan bangsa.[1]
Konsili Vatikan II (GS art 75) dengan jelas menekankan pentingnya keterlibatan politik Umat Beriman Katolik dengan mengatakan sbb.
1. Hendaknya secara intensif diusahakan pembinaan kewarganegaraan dan politik, yang sekarang ini perlu sekali bagi masyarakat dan terutama bagi generasi muda, supaya semua warganegara mampu memainkan peranannya dalam hidup bernegara.
2. Mereka yang cakap atau berbakat hendaknya menyiapkan diri untuk mencapai keahlian politik, yang sukar dan sekaligus amat luhur, dan berusaha mengamalkannya, tanpa memperhitungkan kepentingan pribadi atau keuntungan materiil.
3. Hendaknya mereka dengan keutuhan kepribadiannya dan kebijaksanaan menentang ketidakadilan dan penindasan, kekuasaan sewenang-wenang dan sikap tidak ber-tenggang rasa satu orang atau satu politik.
4. Hendaknya mereka secara jujur dan wajar, malahan dengan cinta kasih dan ketegasan politik, membaktikan diri bagi kesejahteraan semua orang.
Pandangan dan Praktek Politik yang keliru menyebabkan Awam Katolik “alergi, apatis, skeptis, dan takut” terhadap kehidupan Politik.
Sikap apatis, skeptis atau alergi terhadap kehidupan politik yang ada dalam diri Umat Beriman Katolik memang tidak baik. Kenyataan ini ada akibat munculnya pandangan politik dan praktek politik yang keliru (menyimpang dari hakekat kehidupan politik). Memang ada praktek politik yang telah menyebabkan citra dasar yang baik tentang politik menjadi buruk, kotor atau jahat. Tetapi justru dalam kondisi yang runyam itulah Umat Beriman Katolik (khususnya yang mahir di bidang politik) dipanggil untuk bersama warga masyarakat lain yang memiliki kehendak baik melakukan perbaikan.[2] Dalam hal ini Gereja konsisten ingin mewujudkan apa yang sudah ada sejak 2000 tahun lalu, sejak Gereja Perdana jaman Para Rasul, untuk terlibat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Praktek berpolitik yang menyimpang digambarkan dengan gamblang dalam Nota Pastoral KWI 2003 : “… Yang berlangsung sekarang, politik hanya dipahami sebagai sarana untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan, atau menjadi ajang pertarungan kekuatan dan perjuangan untuk memenangkan kepentingan kelompok. Kepentingan ekonomi atau keuntungan finansial pribadi dan kelompok menjadi tujuan utama …. Simbol-simbol agama pun dijadikan alat untuk mencapai kepentingan politik itu …”.
Kenyataan seperti dirumuskan dalam Nota Pastoral KWI 2003 inilah yang menjadi alasan bagi sementara Umat Beriman Katolik untuk tidak mau terjun (bahkan membicarakannya pun tidak mau) dalam bidang politik. Untuk itu perlu dilakukan pelurusan persepsi atau cara pandang terhadap politik itu.
Politik mempunyai akar kata Polis (Bhs Yunani) artinya negara (negara kota). Plato (347 sblm M) menulis buku ttg negara idela Politeia dan Aristoteles (322 sblm M) menulis buku ttg ketatanegaraan Politikon. Dalam kedua buku tersebut terungkap bahwa Politik itu adalah Seni Mengatur dan Mengurus Negara atau Ilmu Kenegaraan. Politik mencakup semua kebijakan atau tindakan dalam urusan kenegaraan / pemerintahan, termasuk penetapan bentuk, tugas dan lingkup urusan negara terhadap rakyatnya.
Apabila Politik dijalankan sesuai dengan semangat dasarnya, maka tidak ada lagi alasan untuk menyebut politik itu kotor atau jahat. Upaya untuk mewujudkan kesejahteraan umum (bonum commune) adalah usaha yang baik dan luhur. Hanya ketika cita-cita dasar itu dikhianati, maka muncul berbagai kecurangan dan manipulasi nilai yang pada gilirannya menjadikan wajah praktek politik yang ada menjadi kusam.
SERUAN BERSAMA PGI dan KWI Dalam Rangka Pelaksanaan Pemilihan Umum 2009
Bisa dibaca sendiri teksnya, namun di sana ada 3 hal penting yang perlu diperhatikan dengan saksama sbb.
1. Melalui peristiwa PEMILU hak-hak asasi setiap warga negara di bidang politik diwujudkan.
2. Masyarakat perlu didorong untuk terus-menerus mengontrol mekanisme demokrasi supaya aspirasi rakyat benar-benar mendapat tempat.
3. Hasil-hasil PEMILU harus benar-benar menjamin bahwa Pancasila dan UUD1945 tetap dipertahankan sebagai dasar negara dan acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari Sidang KWI 03-13 November 2008 : Mengapa Pemilu 2009 Penting dan Gereja Mengajak Umat Terlibat?
1. Pemilu 2009 adalah pemilu antara menuju ke pertarungan politik yang sesungguhnya atau riil, yaitu 2014; sebab pada pemilu 2014 ini eksponen yang akan memimpin bangsa Indonesia adalah generasi baru (generasi yang tidak berhubungan dengan Orla dan Orba). Ini bisa berimplikasi ganda: di satu pihak, RAHMAT/BERKAT karena hadirnya orang-orang baru yang tidak terkontaminasi kedua Orde itu diharapkan betul-betul menjadikan Indonesia ini lebih baik; di lain pihak, menjadi PETAKA kalau tidak tersiapkan dengan baik sebab kemudian akan ada keterputusan generasi (generation gap) yang bisa berakibat Indonesia ini menjadi lain sama sekali.
2. Umat Katolik adalah garam dan terang dunia. Prinsip ini bisa diartikan harus menyebar dimana-mana tapi tidak kemana-mana. Garam itu cukup sedikit sudah mengenakkan masakan dan terang itu tidak perlu besar tapi sudah bisa membuat kegelapan terusir. Namun dalam realitasnya cukup banyak orang Katolik tidak hadir sbg yang menggarami dan menerangi. Banyak yang tetap dikooptasi oleh hegemoni dan oligarki partai politik dan juga kekuatan fraksi (kalau itu di DPR). Apakah orang Katolik akan tetap membiarkan dirinya seperti itu sehingga tidak memiliki arti yang signifikan dalam kehadirannya di masyarakat?[3]


”Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” Yeremia 29:7
------------------------------
Catatan kaki:
[1] Konsili Vatikan II menegaskan hal ini “Hendaknya para warganegara dengan kebesaran jiwa dan kesetiaan memupuk cinta tanah air, tetapi tanpa berpandangan picik, sehingga serentak tetap memperhatikan kesejahteraan segenap keluarga manusia, yang terhimpun melalui pelbagai ikatan antarsuku, antarbangsa dan antarnegara” (Gaudium et Spes artikel 75).
[2] Sri Paus di Vatikan, melalui Kongregasi untuk Ajaran Iman, di Roma, 24 November 2002 mengeluarkan catatan tentang “Peranserta Umat Katolik di Dalam Kehidupan Politik”. Di sana terungkap bahwa Gereja Katolik secara resmi memberikan dorongan kepada Umat Berimannya untuk melibatkan diri dalam politik yang oleh banyak orang dianggap kotor dan jorok itu. Para Politisi Katolik dan semua Umat Beriman Katolik disadarkan bahwa dirinya terpanggil untuk berperanserta di dalam kehidupan politik dalam masyarakat yang mencita-citakan terwujudnya masyarakat yang demokratis, sejahtera dan berkeadilan.
[3] Dalam Sidang KWI 2008 kemarin ada Hari Studi Politik dihadirkan dua narasumber sbb.

Tidak ada komentar: