Rabu, 24 Desember 2008

Renungan Natal Rm Y Suratman Pr

Hiduplah Dalam Perdamaian Dengan Semua Orang

Adalah empat orang bersaudara. Pada suatu hari mereka berembug dan bersepakat untuk menuntut ilmu di negeri yang jauh. Kalau ilmu itu sudah diperoleh mereka akan berkumpul lagi untuk mempertunjukkan ilmu mereka masing-masing. Begitulah mereka berangkat sesuai dengan minat mereka masing-masing. Setelah beberapa tahun mereka kembali berkumpul dan sesuai dengan kesepakatan semula mereka ingin menunjukkan ilmu yang mereka peroleh. Yang bungsu dengan bangga berkata, “Aku berhasil menguasai ilmu ajaib. Kalau kau berikan kepadaku sepotong tulang kecil, aku mampu membentuk kerangka utuh makluk yang tulangnya kauberikan kepadaku itu”. Kakaknya tak mau kalah. Ia berkata, “Kalau benar yang kaukatakan, aku bisa melengkapi kerangka makluk itu dengan daging, jantung, paru-paru dan bagian-bagian tubuh dalam yang lain”. Kakaknya yang lain juga tak mau kalah. Ia berkata, “Ilmu yang aku pelajari membuatku mampu untuk membungkus ciptaanmu itu dengan kulit, memasang kuku, kumis, gigi atau taring yang diperlukan hingga menjadi makluk yang lengkap”. Yang sulung tak mau kalah. Ia berkata, “Ilmu yang kalian pamerkan belum apa-apa dibandingkan dengan ilmuku. Aku bisa menghidupkan makluk yang kalian bentuk itu”. Begitu hasil ilmu yang mereka pelajari. Mereka tak berhenti sekedar pamer dengan kata-kata. Mereka setuju untuk membuktikan kebenaran kata-kata mereka. Oleh karena itu berangkatlah mereka ke hutan. Di jalan yang mereka tapaki, si bungsu menemukan sepotong tulang. Tulang itu ia ambil dan dengan ilmunya ia membentuk kerangka suatu makluk. Dua kakaknya yang lain melengkapinya sesuai dengan ilmu yang diperolehnya. Ternyata yang tampak adalah seekor singa yang amat besar dengan kuku dan taring yang tajam. Karena sudah terlanjur basah, yang sulung juga mempertunjukkan ilmunya tak mau kalah dengan adik-adiknya. Ia membuktikan ilmunya dengan menghidupkan makluk itu. Mulailah singa itu hidup, menggeliat dan bergerak dengan mata mengancam karena lapar. Keempat bersaudara itu diterkam satu demi satu dan tamatlah riwayat mereka.

Cerita ini bisa menggambarkan pola kehidupan manusia dalam dunia modern. Salah satu ciri dari kehidupan dunia yang modern yang amat menonjol adalah adanya persaingan. Dalam dunia yang diwarnai persaingan, orang lain atau kelompok lain tidak pertama-tama dipandang sebagai sesama atau sahabat tetapi sebagai saingan yang mengancam atau musuh yang membahayakan. Suasana persaingan atau permusuhan ini, bisa kita temukan dengan mudah dalam dunia perdagangan dan politik. Kericuan dan bahkan kekerasan di sekitar peristiwa pemilihan kepala daerah (pilkada) atau pemilu merebak di mana-mana. Semua ini bermuara dari suatu persaingan antarpribadi atau kelompok yang bermata gelap dan bringas seperti singa yang lapar itu. Bahkan suasana itu sudah masuk dalam lingkungan yang mestinya mengejawantahkan persudaraan sejati seperti keluarga dan komunitas religius. Konflik dan perceraian keluarga angkanya meningkat. Pertikaian antar umat beragama juga masih terjadi di beberapa tempat.

Hari ini kita merayakan natal. Dalam perayaan natal ini, kita mengalami Allah yang hadir dalam sejarah umat manusia melalui sosok Pribadi Yesus. Dalam Pribadi Yesus, Allah menampakkan diriNya dan hadir menyertai kita, sehingga Ia bisa dialami dan dirasakan kehadiranNya oleh manusia. Dan dalam zamanNya, Yesus membangun paguyuban baru yang terbuka, yang merangkul orang-orang miskin dan berdosa yang dikucilkan oleh masyarakat. Pendapat umum mengatakan bahwa orang-orang miskin dan berdosa adalah orang-orang yang dikutuk oleh Allah. Tetapi Yesus sebaliknya menyatakan bahwa orang-orang miskin adalah orang-orang yang dikasihi Allah.

Dengan semangat natal ini, kita sebagai Gereja ingin hadir sebagai paguyuban yang mengejawantahkan nilai-nilai persaudaraan, damai dan kasih sayang bagi semua orang. Dalam dunia modern yang diwarnai oleh suasana persaingan dan permusuhan antarpribadi atau kelompok, Gereja ditantang agar tetap mampu hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Pertanyaannya adalah bagaimana Gereja bisa hadir sebagai paguyuban yang memberikan kedamaian bagi semua orang itu?

Pertama, kita mesti belajar dari apa yang terjadi dalam peristiwa natal ini. Dalam peristiwa natal ini, Allah berdialog, menyapa dan bergaul dengan manusia sebagai sahabat-sahabatNya. Demikianlah cara Gereja hadir untuk menjadi saudara bagi semua orang. Gereja hendaknya mau berdialog, menyapa mereka dan bergaul dengan mereka sebagai sahabat terutama bagi mereka yang lemah, miskin dan tersingkirkan. Dalam semangat dialog ini, Gereja memandang orang lain bukan lagi sebagai saingannya yang mengancam tetapi sebagai sesama yang saling mendukung. Perdamaian hanya mungkin terjadi kalau orang lain dipandang dan diperlakukan bukan sebagai musuh melainkan sebagai sesama.

Kedua, agar Gereja hadir sebagai paguyuban yang merangkul semua orang, Gereja mesti solider. Solider berasal dari kata bahasa latin solus (sendiri/hanya) dan dare (memberi). Solidaritas berarti memberikan diri. Ketika hubungan antara Allah dan manusia itu terputus karena dosa-dosa manusia, Allah memberikan diriNya dengan mengaruniakan AnakNya yang tunggal Yesus Kristus. Berkat pemberian diri Allah itu, perdamaian antara Allah dan manusia terjadi. ”Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami” (2 Kor 5: 19). Demikianlah bila kita hidup dalam sebuah komunitas di mana tiap-tiap pribadi saling memberikan diri demi kepentingan orang lain, pasti kita akan mengalami hidup dalam kedamaian dengan semua orang.

Kita bisa menjadi seperti singa-singa yang lapar ketika kita saling membunuh sesama. Tetapi kita juga bisa menjadi seperti Allah ketika kita saling mengampuni dan saling mengasihi. Sebab Allah adalah kasih (dbk. 1 Yoh 4,16). Semoga kecenderungan kita untuk bersaing dan mengalahkan tidak menciptakan singa-singa lapar yang akan mencabik-cabik kehidupan bersama kita. Sebaliknya, semoga kita semua menjadi anak-anak Allah Bapa kita di sorga yang “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5:45). Dengan demikian kita bisa hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Selamat Natal 2008 dan Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati kita semua.

Pastor yohanes suratman

Tidak ada komentar: