Minggu, 07 Desember 2008

PENGOBATAN GRATIS - AKSI NATAL

Hujan rintik-rintik di Minggu siang mengiringi perjalanan kaki sebagian masyarakat desa Besaran, Talok, Mbendung, Mejo dan sekitarnya untuk menyerbu balai desa Purworejo, kecamatan Sragi. Sepulang dari stasi kajen aku pun turut menuju ke sana sendirian melewati jalan pedesaan yang sempit, becek dan telah rusak. Di kanan kiri terbentang sawah nan luas. Jauhnya lumayan juga, kira2 duapuluh lima kilometer dari pekalongan. Telah seminggu sebelumnya mereka mendengar kabar lewat masjid-masjid, surau dan mushola bahwa akan ada pengobatan gratis di balai desa. Maka mereka berduyun-duyun datang untuk memeriksakan kesehatannya. Saat yang telah lama dinanti tiba. Pak Lurah setempat (Bp. Samekto) beserta perangkat desa dan hansipnya telah siap siaga sebelum dan selama kegiatan pengobatan gratis berlangsung. Kegiatan yang diselenggarakan dan ditangani oleh panitia natal paroki santo petrus pekalongan itu dimulai sejak pukul delapan pagi dan tak pernah sepi hingga pukul duabelas siang. Ada empat dokter, beberapa perawat dan sukarelawan/ wati dari masyarakat setempat yang ikut membantu pemberian obat. Saat aku tiba di situ tercatat sejumlah 213 orang telah berobat. Rupanya antusiasme masyarakat sangat besar. Respon pak lurah dan penduduk sekitar sangat baik. Semula ada kekawatiran kalau-kalau kegiatan yang diselenggarakan oleh Gereja itu akan direspon negatif, ternyata tidak sama sekali. Bahkan dalam sambutan penutupan Pak Lurah menyampaikan terima kasihnya dan sangat mengharapkan agar dalam kesempatan lain kegiatan serupa dilaksanakan lagi. Sewaktu makan siang, kami sempat ngobrol sana-sini, juga terungkap cerita bahwa tempo dulu, kira-kira tahun 60-70 an sebagian besar masyarakat di situ katolik. Jadi yang berobat sekarang itu, anak cucu orang2 katolik dulunya. Para mandor belanda di pabrik gula itulah yang berpengaruh bagi masyarakat desa itu, sehingga banyak yang dibaptis. Pernah dalam sehari ada 30 orang dibaptis. Juga ada satu dukuh yang hampir semuanya katolik. Kini, situasinya lain sama sekali. Ada yang nyeletuk, sudah terlambat sekarang. Hanya beberapa gelintir orang yang katolik. Seorang nenek buyut (mbah rudah) yang jalannya susah, sempat saya salami dan saya ajak bicara ketika ikut pengobatan gratis. Dalam kurun waktu belasan tahun, pernah benih iman yang pernah ditabur itu seakan dibiarkan begitu saja, tanpa ada perhatian dari paroki, mereka berpindah agama lagi, nikah di luar katolik sudah biasa, dan sedikit-demi sedikit habis juga. Kini tinggal kaum lansia… Benar-benar seperti biji gandum yang jatuh ke tanah yang tandus. Tak ada pekerja yang bisa diharapkan peduli saat itu…akhirnya terlambat sudah..tinggal kenangan. Itulah cerita lama yang mengiringi perjalananku pulang..kurenungkan bersama langit yang masih mendung…hujan tak lagi turun.

mardius//shalom. ..

Tidak ada komentar: