Minggu, 28 Desember 2008

Kunjungan Kekeluargaan Frater Praja Purwokerto


Sejumlah 24 frater praja purwokerto dari tingkat tahun rohani sampai tingkat VI SEminari Tinggi ditambah dengan frater pastoral praja jakarta mengunjungi paroki St Petrus Pekalongan. Mereka datang dalam rangka safari membina kebersamaan sebagai calon imam setelah audiensi dengan delegatus formationis dan Natalan bersama di komunitas TORSA,
Selain kegiatan kunjungan ke paroki-paroki sepanjang pantura mereka juga mengadakan kunjungan ke keluarga para frater. Mereka sebelumnya berkunjung di keluarga fr ATur (Pemalang), fr Agung Bram (Pekalongan) dan fr Dimas (Batang).Rombongan para frater yang didampingi Rm S Parjono Pr selaku delegatus dan direktur TORSA tiba di paroki st Petrus pk 12.15. SEtelah melihat-melihat dan berdoa bersama di gereja, mereka berfoto bersama dan kemudian duduk bercerita dan bernyanyi di pastoran. Sambutan meriah setelah selesai menyantab durian disampaikan oleh rm mardi yang berharap bahwa unio (besar) yaitu persaudaraan para imam ini sudah dimulai di unio (kecil) yaitu para frater. Jadi tidak perlu menunggu lagi untuk menjadi kompak. Kekompakan dalam kebersamaan dimulai sejak dalam pendidikan.
Setelah berkunjung ke paroki Pekalongan mereka melanjutkan kunjungan keluarga di rumah orang tua fr Agung Bramantya untuk menikmati makan siang bersama. Kemudian mereka melanjutkan ziarah ke gua Maria Besokor, kunjungan ke paroki Batang dan ke rumah fr Dimas (Batang) lalu kembali ke Tegal (TORSA).
BDifo/tr

Penutupan th Keluarga-Pembukaan th Formalisme Agama

Berbeda dengan alur perjalanan beriman Gereja Keuskupan, paroki St Petrus baru menutup perjalanan hidup menggereja dalam menggulirkan gerakan tahun KEluarga. Berbagai kegiatan telah dilaksanakan seperti seminar, lingkaran tujuh gua maria kaloloji, jam suci (18.00 sd 20.00) tanpa menyalakan TV, doa keluarga di setiap ekaristi, dan kegiatan lainnya. Menutup rangkaian pengguliran tahun keluarga ini dilaksanakan secara sederhana. Bertepatan dengan ekaristi keluarga kudus, umat paroki diajak mensyukuri penjalanan selama 1 th dan di tahun depan diajak menggulirkan tahun formalisme agama.
Dalam perayaan ekaristi Minggu 28 desember dibacakan surat gembala uskup tentang tahun formalisme agama. Sesaat setelah pembacaan surat gembala banner yang dipasang di dalam gereja digulung dan diganti dengan poster tahun formalisme agama. Tepuk tangan mengiringi pembukaan tahun formalisme agama. Umat diajak pula untuk mendoakan doa formalisme agama.
Selain itu panitia menyiapkan lembaran edisi pertama Zine-OBOR berjudul "what is formalisme agama" dan berbagai kegiatan yang bisa diikuti selama tahun formalisme agama. Umat paroki st petrus diajak bukan hanya beriman dalam altar tetapi juga di tengah masyarakat. Ada kegiatan sarasehan dengan bp walikota yang sedianya dilaksanakan bulan februari, rencana diadakannya petugas tatib tiap kali misa agar umat tertata dan tersapa. Umat juga diajak untuk setia mengikuti ekaristi secara utuh (sd selesai) dan menjaga kekhidmatan, juga melakukan kegiatan bersama dengan komunitas lain.
SEmoga kesederhanaan teladan keluarga kudus memampukan umat bersama mengayun langkah mewujudkan kepedulian akan "iman tanpa perbuatan adalah mati". Utinam.
BDifo./tr

Hidup dalam Perdamaian

Hidup dalam perdamaian menjadi tema perayaan Natal kali ini. Tidak terkecuali di paroki St Petrus Pekalongan. Perayaan bersama yang dirancang panitia dengan sederhana yang diharapkan akan mendapat dukungan umat beriman mengajak umat beriman untuk menemukan makna yang lebih dalam dari perayaan natal tersebut. Disiapkan keperluan acara sekitar 500 orang ternyata yang hadir sekitar 150 orang. Ada yang mengungkapkan begitu selesai ekaristi umat melihat bahwa tidak ada jajaran meja (biasanya ada tumpengan), umat langsung pulang. Itulah makna berdamai dengan semua orang.
Perayaan yang dikemas oleh anak muda dengan sajian band dan tarian ini dimulai dengan sambutan panitia, penyalaan lilin dan sambutan romo paroki. Sesudah itu isian band dan tarian dari anak-anak muda. BAgi orang tua yang biasa mendengar "campur sari" acara ini juga mengajak untuk berdamai.
Acara perayaan Natal bersama umat dilaksanakan hari SAbtu 27 desember di aula paroki. Sesaat setelah pelantikan prodiakon paroki umat yang hadir diajak untuk merayakan natal dengan sukacita dan hidup dalam perdamaian. Ketua panitia mengungkapkan bahwa berbagai kegiatan telah dilaksanakan seperti paket sembako, pengobatan gratis, dan nantinya perayaan natal di lapas Pekalongan juga akan dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian pada mereka yang bersama merindukan kelahiran Yesus.
BDifo/tr

Menjadi Pelayan Luar Biasa

Dengan mengutip Kanon 910 yang berbunyi "pelayan biasa komuni suci adalah Uskup, imam dan diakon sedangkan pelayan luar biasa komuni adalah akolit dan juga orang beriman lain" Rm Vikjend F Widyantardi Pr mengajak para prodiakon untuk menjadi PeDe dalam menjalankan tugas keprodiakonan. Perasaan tidak pede biasa muncul ketika menyaksikan dan mengalami ada umat yang tahu petugas lalu mengalihkan diri ke barisan lain saat maju terima komuni karena tidak mau bertemu dengan prodiakon tersebut. Komuni bukan tergantung pada pelayanan tetapi kesiapan setiap umat beriman dalam menyambut Yesus. Para prodiakon bukan pelayan biasa melainkan LUAR BIASA. Demikian ajakan rm Wid mengakiri kotbah pesta keluarga Kudus di Paroki St Petrus Pekalongan.
Pada pesta keluarga kudus ini sejumlah 41 prodiakon paroki dilantik oleh rm Vikjen yang menggantikan tugas Uskup. Dari sekian jumlah tersebut ada 11 perempuan yang ambil bagian dalam tugas prodiakon yang akan menjalankan tugas masa bakti 27 desember 2008 sd 27 desember 2011.
Kemeriahan pelantikan sudah mulai terlihat menjelang perayaan. Dengan alba yang dikenakan beberapa prodiakon sudah memotret diri di ruang pastoran yang ada dekorasi patung keluarga kudus. Belum lagi setelah ekaristi ada pengambilan foto bersama dan beberapa prodiakon juga memotret diri bersama anggota keluarganya. Setelah kurang lebih 4 bulan dipersiapkan mereka akan bertugas membantu imam dalam pelayanan sabda dan komuni. Semoga partisipasi umat beriman makin mempersatukan umat dalam semangat persaudaraan kebersamaan dan komunikasi.
BDifo/tr

Jumat, 26 Desember 2008

Hadiah untuk YESUS



Perayaan Natal Anak berlangsung setelah Misa Natal pagi. Dengan mengambil tempat di aula paroki ratusan anak berkumpul untuk merayakan natal bersama. Hadiah-hadiah diberikan kepada anak oleh sinterklas. Nyanyian bersama selamat hari natal menggema bersama.
MEski hadiah-hadiah diberikan kepada anak-anak, acara juga diisi oleh para frater. Frater Tri dan David mengajak anak untuk memberikan hadiah bagi YEsus. Hadiah apakah yang terindah yang bisa diberikan kepada YEsus? Seorang anak menjawab, "berdoa" sementera anak lain menjawab, "menghormati guru, membantu orang tua". Lalu mereka mendapat hadiah. Sementara malah ada seorang anak umur 2th berani maju kedepan ketika diajukan pertanyaan siapa nama lengkap romo paroki. Sang anak yang maju dengan topi sinterklas diam terpaku. lalu dibisiki sendiri oleh frater. tentu saja jawabanya benar. Ia berani maju karena mau mendapatkan hadiah.
Itulah serangkaian kisah natal di paroki. Perayaan Natal sendiri dirayakan dalam perayaan ekaristi tgl 24 pk 17.00 dan 20.30. sementara tanggal 25 dirayakan pk 07.30 dan 17.00. sementara di stasi-stasi ada tiga kesempatan ekaristi. sragi 24 des pk 16.00, karanganyar pk 08.00 tgl 25 des sementara kedungwuni pk 18.00. stasi kedungwuni yang selama ini amat jarang merayakan natal tepat tanggal 25 kini merayakan natal. sekitar 100 orang hadir dalam perayaan tersebut. Tidak seperti kebiasaan lainnya di setiap kali perayaan ada kesatuan pengamanan, kali ini tidak ada sama sekali. Karena memang tidak ada jadual yang disampaikan kepada pihak pengamanan. Perayaan berlangsung meriah karena sesudahnya merayakan perjamuan bersama.
BDifo/tr

Rabu, 24 Desember 2008

Renungan Natal Rm Y Suratman Pr

Hiduplah Dalam Perdamaian Dengan Semua Orang

Adalah empat orang bersaudara. Pada suatu hari mereka berembug dan bersepakat untuk menuntut ilmu di negeri yang jauh. Kalau ilmu itu sudah diperoleh mereka akan berkumpul lagi untuk mempertunjukkan ilmu mereka masing-masing. Begitulah mereka berangkat sesuai dengan minat mereka masing-masing. Setelah beberapa tahun mereka kembali berkumpul dan sesuai dengan kesepakatan semula mereka ingin menunjukkan ilmu yang mereka peroleh. Yang bungsu dengan bangga berkata, “Aku berhasil menguasai ilmu ajaib. Kalau kau berikan kepadaku sepotong tulang kecil, aku mampu membentuk kerangka utuh makluk yang tulangnya kauberikan kepadaku itu”. Kakaknya tak mau kalah. Ia berkata, “Kalau benar yang kaukatakan, aku bisa melengkapi kerangka makluk itu dengan daging, jantung, paru-paru dan bagian-bagian tubuh dalam yang lain”. Kakaknya yang lain juga tak mau kalah. Ia berkata, “Ilmu yang aku pelajari membuatku mampu untuk membungkus ciptaanmu itu dengan kulit, memasang kuku, kumis, gigi atau taring yang diperlukan hingga menjadi makluk yang lengkap”. Yang sulung tak mau kalah. Ia berkata, “Ilmu yang kalian pamerkan belum apa-apa dibandingkan dengan ilmuku. Aku bisa menghidupkan makluk yang kalian bentuk itu”. Begitu hasil ilmu yang mereka pelajari. Mereka tak berhenti sekedar pamer dengan kata-kata. Mereka setuju untuk membuktikan kebenaran kata-kata mereka. Oleh karena itu berangkatlah mereka ke hutan. Di jalan yang mereka tapaki, si bungsu menemukan sepotong tulang. Tulang itu ia ambil dan dengan ilmunya ia membentuk kerangka suatu makluk. Dua kakaknya yang lain melengkapinya sesuai dengan ilmu yang diperolehnya. Ternyata yang tampak adalah seekor singa yang amat besar dengan kuku dan taring yang tajam. Karena sudah terlanjur basah, yang sulung juga mempertunjukkan ilmunya tak mau kalah dengan adik-adiknya. Ia membuktikan ilmunya dengan menghidupkan makluk itu. Mulailah singa itu hidup, menggeliat dan bergerak dengan mata mengancam karena lapar. Keempat bersaudara itu diterkam satu demi satu dan tamatlah riwayat mereka.

Cerita ini bisa menggambarkan pola kehidupan manusia dalam dunia modern. Salah satu ciri dari kehidupan dunia yang modern yang amat menonjol adalah adanya persaingan. Dalam dunia yang diwarnai persaingan, orang lain atau kelompok lain tidak pertama-tama dipandang sebagai sesama atau sahabat tetapi sebagai saingan yang mengancam atau musuh yang membahayakan. Suasana persaingan atau permusuhan ini, bisa kita temukan dengan mudah dalam dunia perdagangan dan politik. Kericuan dan bahkan kekerasan di sekitar peristiwa pemilihan kepala daerah (pilkada) atau pemilu merebak di mana-mana. Semua ini bermuara dari suatu persaingan antarpribadi atau kelompok yang bermata gelap dan bringas seperti singa yang lapar itu. Bahkan suasana itu sudah masuk dalam lingkungan yang mestinya mengejawantahkan persudaraan sejati seperti keluarga dan komunitas religius. Konflik dan perceraian keluarga angkanya meningkat. Pertikaian antar umat beragama juga masih terjadi di beberapa tempat.

Hari ini kita merayakan natal. Dalam perayaan natal ini, kita mengalami Allah yang hadir dalam sejarah umat manusia melalui sosok Pribadi Yesus. Dalam Pribadi Yesus, Allah menampakkan diriNya dan hadir menyertai kita, sehingga Ia bisa dialami dan dirasakan kehadiranNya oleh manusia. Dan dalam zamanNya, Yesus membangun paguyuban baru yang terbuka, yang merangkul orang-orang miskin dan berdosa yang dikucilkan oleh masyarakat. Pendapat umum mengatakan bahwa orang-orang miskin dan berdosa adalah orang-orang yang dikutuk oleh Allah. Tetapi Yesus sebaliknya menyatakan bahwa orang-orang miskin adalah orang-orang yang dikasihi Allah.

Dengan semangat natal ini, kita sebagai Gereja ingin hadir sebagai paguyuban yang mengejawantahkan nilai-nilai persaudaraan, damai dan kasih sayang bagi semua orang. Dalam dunia modern yang diwarnai oleh suasana persaingan dan permusuhan antarpribadi atau kelompok, Gereja ditantang agar tetap mampu hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Pertanyaannya adalah bagaimana Gereja bisa hadir sebagai paguyuban yang memberikan kedamaian bagi semua orang itu?

Pertama, kita mesti belajar dari apa yang terjadi dalam peristiwa natal ini. Dalam peristiwa natal ini, Allah berdialog, menyapa dan bergaul dengan manusia sebagai sahabat-sahabatNya. Demikianlah cara Gereja hadir untuk menjadi saudara bagi semua orang. Gereja hendaknya mau berdialog, menyapa mereka dan bergaul dengan mereka sebagai sahabat terutama bagi mereka yang lemah, miskin dan tersingkirkan. Dalam semangat dialog ini, Gereja memandang orang lain bukan lagi sebagai saingannya yang mengancam tetapi sebagai sesama yang saling mendukung. Perdamaian hanya mungkin terjadi kalau orang lain dipandang dan diperlakukan bukan sebagai musuh melainkan sebagai sesama.

Kedua, agar Gereja hadir sebagai paguyuban yang merangkul semua orang, Gereja mesti solider. Solider berasal dari kata bahasa latin solus (sendiri/hanya) dan dare (memberi). Solidaritas berarti memberikan diri. Ketika hubungan antara Allah dan manusia itu terputus karena dosa-dosa manusia, Allah memberikan diriNya dengan mengaruniakan AnakNya yang tunggal Yesus Kristus. Berkat pemberian diri Allah itu, perdamaian antara Allah dan manusia terjadi. ”Allah mendamaikan dunia dengan diriNya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka. Ia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami” (2 Kor 5: 19). Demikianlah bila kita hidup dalam sebuah komunitas di mana tiap-tiap pribadi saling memberikan diri demi kepentingan orang lain, pasti kita akan mengalami hidup dalam kedamaian dengan semua orang.

Kita bisa menjadi seperti singa-singa yang lapar ketika kita saling membunuh sesama. Tetapi kita juga bisa menjadi seperti Allah ketika kita saling mengampuni dan saling mengasihi. Sebab Allah adalah kasih (dbk. 1 Yoh 4,16). Semoga kecenderungan kita untuk bersaing dan mengalahkan tidak menciptakan singa-singa lapar yang akan mencabik-cabik kehidupan bersama kita. Sebaliknya, semoga kita semua menjadi anak-anak Allah Bapa kita di sorga yang “menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang benar dan orang yang tidak benar” (Mat 5:45). Dengan demikian kita bisa hidup dalam perdamaian dengan semua orang. Selamat Natal 2008 dan Tahun Baru 2009. Tuhan memberkati kita semua.

Pastor yohanes suratman

Rabu, 17 Desember 2008

Iman dengan Berbuat

Iman diwujudkan dengan perbuatan. Ibaratnya orang datang ke Gereja dengan membawa beban tetapi pulang dari Gereja masih membawa beban. Iman belum secara nyata diwujudkan dalam perbuatan. Kedamaian yang diwartakan sebagai kehadiran YEsus adalah kedamaian untuk pelayanan seperti yang ditunjukkan oleh Ibu Theresa dan St Fransiskus. Kedamaian juga berarti mau berdamai dengan diri sendiri dengan segala kekurangan dan keterbatasan. Berhenti mengeluh dan melayani. Berdamai mendapatkan kekuatan dalam kasih kepada Tuhan dan sesama. Itulah sekelumit pesan dari rekoleksi umat mempersiapkan Natal paroki St Petrus Pekalongan. Rekoleksi yang dilaksanakan pada hari RAbu, 17 desember ini dipimpin oleh Rm P Bambang Widiatmoko Pr. Rekoleksi ini mengalawi triduum umat yang pada hari kedua dan ketiga akan dilanjutkan dengan adorasi ibadat tobat dan pengakuan pribadi serta ibadat taize dengan pengakuan pribadi pada hari Kamis dan Jumat.
Selain merenungkan perwujudan iman dalam perbuatan umat juga senantiasa diajak untuk mohon damai. PS 221 menjadi refren harian umat menyambut Natal. Semoga/
BDifo/tr

Rabu, 10 Desember 2008

PESAN PASTORAL SIDANG KWI 2008 Perihal Lembaga Pendidikan Katolik

Di sini Kita Berpijak

1. Dalam hari studi, 3-4 November 2008, sidang KWI memusatkan perhatian pada “Lembaga Pendidikan Katolik: Media Pewartaan Kabar Gembira, Unggul dan Lebih Berpihak kepada yang Miskin”. Para uskup, utusan Konferensi Pimpinan Tarekat Religius Indonesia (Koptari) dan sejumlah pengelola Lembaga Pendidikan Katolik (LPK) yang hadir, dibantu oleh para narasumber, aktif terlibat dalam seluruh proses tukar-menukar pikiran, pemahaman, dan pengalaman. Keterlibatan itu mencerminkan pula kepedulian dan kesadaran akan arti serta nilai pendidikan, yang dijunjung tinggi dan dilaksanakan oleh LPK sebagai wujud nyata keikutsertaan Gereja dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia (bdk. Pembukaan UUD 1945 alinea 4).

2. Disadari sepenuhnya oleh para peserta sidang, bahwa karya kerasulan pendidikan merupakan panggilan Gereja dalam rangka pewartaan Kabar Gembira terutama di kalangan kaum muda. Dalam menjalankan panggilan Gereja tersebut, LPK mengedepankan nilai-nilai luhur seperti iman-harapan-kasih, kebenaran-keadilan-kedamaian, pengorbanan dan kesabaran, kejujuran dan hati nurani, kecerdasan, kebebasan, dan tanggung jawab (bdk. Gravissimum Educationis, art. 2 dan 4). Proses pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai insani-injili inilah yang membuat LPK itu unggul. Di sinilah, dan di atas nilai-nilai itulah LPK berpijak untuk mempertegas penghayatan iman dan memperbarui komitmen.

3. Sebagai lembaga agama, Gereja mendaku (mengklaim) memiliki tanggung jawab terhadap masalah sosial, terutama yang dialami oleh orang-orang miskin (bdk. KHK 1983, Kanon 794). Dalam bidang pendidikan, tanggung jawab tersebut dalam kurun waktu sekitar lima tahun terakhir ini mengalami tantangan karena pelbagai permasalahan, yang berhubungan dengan cara berpikir, reksa pastoral, politik pendidikan, manajemen, sumber daya manusia, keuangan, dan kependudukan. Tentu saja, cakupan permasalahan ini berbeda-beda menurut daerah dan jenis pendidikan Katolik yang tersebar di seluruh Nusantara. Sidang menyadari bahwa LPK menghadapi pelbagai macam tantangan dan kesulitan. Namun, para penyelenggara pendidikan Katolik harus tetap berusaha meningkatkan mutu dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.
Kesadaran Umat Beriman
4. Dari pengalaman jelaslah, LPK yang dikelola oleh keuskupan, tarekat maupun awam memperlihatkan, bahwa pendidikan Katolik menjadi bagian utuh kesadaran umat beriman (bdk. KHK 1983, Kanon 793). Pada gilirannya, mereka perlu mengambil bagian dalam tanggung jawab keberlangsungan LPK dalam lingkungan hidup mereka. Dalam upaya nyata untuk mengangkat kembali kemampuan LPK, keuskupan-keuskupan dan pengelola LPK lain sudah mengambil langkah nyata, antara lain menggalang dana pendidikan untuk menumbuhkan rasa memiliki di kalangan murid-murid sendiri, orang tua murid, mitra pendidikan, umat dan masyarakat umum. Dengan demikian dikembangkanlah solidaritas dan subsidiaritas dalam lingkungan karya pendidikan.

5. Selain itu, pemerintah juga berperan dalam peningkatan mutu pendidikan dan keterjangkauan pendidikan oleh masyarakat warga. Di sana-sini terjadi kesulitan dalam menerapkan peraturan pemerintah, filosofi pendidikan, dan kebijakan pendidikan yang mengutamakan orang miskin. Kendati demikian, LPK tetap menjalin kerjasama serta komunikasi setara dengan pemerintah, agar fungsi dan peran LPK tetap nyata.

Perubahan yang Diperlukan
6. Untuk setia pada pendidikan yang unggul dan mengutamakan yang miskin, perlu adanya perubahan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, dan pelaksanaan pendidikan. Perubahan itu merupakan keniscayaan bagi LPK, termasuk di dalamnya Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (Komdik KWI), Komisi Pendidikan (Komdik) Keuskupan, Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Majelis Pendidikan Katolik (MPK), Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK), Perhimpunan Akademi Politeknik Katolik Indonesia (PAPKI), Ikatan Insan Pendidikan Katolik (IIPK), pengurus yayasan, kepala sekolah/direktur/ketua/rektor, guru, orang tua peserta didik, peserta didik, dan seluruh umat, apa pun jabatannya.

7. Betapa mendesaknya suatu perubahan dalam seluruh tingkatan LPK! Perubahan itu mestinya dirancang dengan saksama dan dilaksanakan dengan arif di bawah otoritas uskup sebagai penanggungjawab utama pendidikan Katolik di keuskupannya (bdk. KHK 1983, Kanon 806). Perubahan yang diperlukan di sini antara lain:
- menata ulang pola kebijakan pendidikan,
- meningkatkan kerja sama antar-lembaga pendidikan,
- mengupayakan pencarian dan penemuan peluang-peluang penggalian dana,
- memotivasi dan menyediakan kemudahan bagi para guru untuk meningkatkan mutu pengajaran,
- melaksanakan tata pengaturan yang jelas dan terpilah-pilah,
- merumuskan ulang jiwa pendidikan demi memajukan dan mengembangkan daya-daya insan yang terarah kepada kebaikan bersama,
- memperbarui penghayatan iman dan komitmen.

8. Perubahan-perubahan tersebut tidak dapat diserahkan hanya kepada salah satu pihak saja. Oleh karena itu, sidang menghendaki agar perubahan itu merupakan tanggung-jawab dan dikerjakan bersama di bawah pimpinan uskup. Dengan demikian, kunci perubahan adalah pembaruan komitmen atas panggilan dan perutusan Gereja demi tercapainya generasi muda yang cerdas, dewasa dan beriman melalui LPK (bdk. Gravissimum Educationis, art. 3).
Harapan dan Ucapan Terima Kasih
9. Pesan pastoral ini hendaknya mengilhami semua pihak yang terlibat dalam LPK di seluruh Nusantara untuk mencari dan menemukan jalan terbaik bagi LPK di masing-masing keuskupan di bawah pimpinan uskupnya. Mengingat fungsi strategis dan pentingnya LPK dalam kerangka perwujudan tugas perutusan Gereja, kami para uskup sepakat, bahwa KWI akan menulis Nota Pastoral tentang Pendidikan. Nota Pastoral ini dimaksudkan selain untuk mendorong tanggung jawab bersama dalam pendidikan, juga untuk menguraikan lebih rinci hal-hal yang berkaitan dengan LPK.

10. Mengingat dan mempertimbangkan seluruh dinamika hari studi ini, kami para uskup dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang peduli pada dan terlibat dalam LPK, khususnya:
- Para guru yang telah bekerja dengan penuh dedikasi;
- Orang tua yang tetap mempercayakan pendidikan anak-anak mereka pada LPK;
- Umat (warga masyarakat) yang penuh perhatian terhadap pendidikan;
- Lembaga-lembaga Pendidikan Katolik yang benar-benar mengutamakan kalangan yang miskin.
Seraya berdoa, kami berharap semoga kehadiran LPK semakin mempertegas sikap Gereja Katolik untuk mengambil bagian dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, yang pada gilirannya menjadi kabar gembira bagi semua.

Semoga Tuhan memberkati usaha baik kita semua.


Jakarta, 11 November 2008

Konferensi Waligereja Indonesia

Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap. (Ketua)


Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F. (Sekretaris Jenderal)

Minggu, 07 Desember 2008

PENGOBATAN GRATIS - AKSI NATAL

Hujan rintik-rintik di Minggu siang mengiringi perjalanan kaki sebagian masyarakat desa Besaran, Talok, Mbendung, Mejo dan sekitarnya untuk menyerbu balai desa Purworejo, kecamatan Sragi. Sepulang dari stasi kajen aku pun turut menuju ke sana sendirian melewati jalan pedesaan yang sempit, becek dan telah rusak. Di kanan kiri terbentang sawah nan luas. Jauhnya lumayan juga, kira2 duapuluh lima kilometer dari pekalongan. Telah seminggu sebelumnya mereka mendengar kabar lewat masjid-masjid, surau dan mushola bahwa akan ada pengobatan gratis di balai desa. Maka mereka berduyun-duyun datang untuk memeriksakan kesehatannya. Saat yang telah lama dinanti tiba. Pak Lurah setempat (Bp. Samekto) beserta perangkat desa dan hansipnya telah siap siaga sebelum dan selama kegiatan pengobatan gratis berlangsung. Kegiatan yang diselenggarakan dan ditangani oleh panitia natal paroki santo petrus pekalongan itu dimulai sejak pukul delapan pagi dan tak pernah sepi hingga pukul duabelas siang. Ada empat dokter, beberapa perawat dan sukarelawan/ wati dari masyarakat setempat yang ikut membantu pemberian obat. Saat aku tiba di situ tercatat sejumlah 213 orang telah berobat. Rupanya antusiasme masyarakat sangat besar. Respon pak lurah dan penduduk sekitar sangat baik. Semula ada kekawatiran kalau-kalau kegiatan yang diselenggarakan oleh Gereja itu akan direspon negatif, ternyata tidak sama sekali. Bahkan dalam sambutan penutupan Pak Lurah menyampaikan terima kasihnya dan sangat mengharapkan agar dalam kesempatan lain kegiatan serupa dilaksanakan lagi. Sewaktu makan siang, kami sempat ngobrol sana-sini, juga terungkap cerita bahwa tempo dulu, kira-kira tahun 60-70 an sebagian besar masyarakat di situ katolik. Jadi yang berobat sekarang itu, anak cucu orang2 katolik dulunya. Para mandor belanda di pabrik gula itulah yang berpengaruh bagi masyarakat desa itu, sehingga banyak yang dibaptis. Pernah dalam sehari ada 30 orang dibaptis. Juga ada satu dukuh yang hampir semuanya katolik. Kini, situasinya lain sama sekali. Ada yang nyeletuk, sudah terlambat sekarang. Hanya beberapa gelintir orang yang katolik. Seorang nenek buyut (mbah rudah) yang jalannya susah, sempat saya salami dan saya ajak bicara ketika ikut pengobatan gratis. Dalam kurun waktu belasan tahun, pernah benih iman yang pernah ditabur itu seakan dibiarkan begitu saja, tanpa ada perhatian dari paroki, mereka berpindah agama lagi, nikah di luar katolik sudah biasa, dan sedikit-demi sedikit habis juga. Kini tinggal kaum lansia… Benar-benar seperti biji gandum yang jatuh ke tanah yang tandus. Tak ada pekerja yang bisa diharapkan peduli saat itu…akhirnya terlambat sudah..tinggal kenangan. Itulah cerita lama yang mengiringi perjalananku pulang..kurenungkan bersama langit yang masih mendung…hujan tak lagi turun.

mardius//shalom. ..

Sabtu, 06 Desember 2008

Rapat Panitia Natal

Bertempat di aula paroki St Petrus Pekalongan, Jumat 5 desember pk 19.00 panitia Natal yang merupakan gabungan dari kring Andreas, Kristiana, Thomas, Fransiskus, Magdalena, Agustinus dan Nasareth menggelar pertemuan pemantaban kerja seksi dari kepanitiaan. Agenda pelaksanaan kegiatan sudah dimulai dengan kegiatan pengumpulan sembako untuk paket Natal, kegiatan pengobatan gratis di desa Purworejo, Sragi yang merupakan kerjasama dengan kelurahan dan permintaan dari masyarakat setempat. Pengobatan akan dilaksanakan pada hari Minggu, 7 desember 2008. Ada 4 dokter yang sudah menyatakan kesediaan untuk kegiatan pengobatan gratis dan dibantu 4 perawat dari Rumah Sakit Budi RAhayu Pekalongan. Masih ada tambahan panitia.
Pertemuan juga membahas kepastian waktu natalan bersama umat. Meskipun ada masukan tentang tanggal natalan yang tidak ideal karena banyak yang liburan, dan ada kegiatan pelantikan prodiakon keesokan harinya, kegiatan natalan tetap dilaksanakan pada tanggal 27 desember 2008. Sementara kendaraan yang diparkir di luar gereja, kini ada diparkir di dalam gereja. Panitia memutusakan dan mengusulkan kepada pihak kapolresta agar parkiran tetap digunakan sebagaimana pada hari-hari biasa.
Demikian beberapa hal pokok dalam pertemuan panitia Natal.

BDifo/tr

Jumat, 05 Desember 2008

Rekoleksi Calon Prodiakon

Sudah selama 3 bulan sejak rekruitmen calon prodiakon dari kring dan stasi. Sejak bulan September para calon dibekali dengan berbagai ketrampilan dan pengetahuan seputar liturgi gereja, hukum dan sakramen, tata gerak dan perlengkapan liturgis, spiritualitas dan katekese serta latihan membuat renungan. Kali terakhir adalah penegasan diri di hadapan Tuhan tentang kesanggupannya menjadi prodiakon paroki.
Penegasan ini dilaksanakan dalam kesempatan rekoleksi calon prodiakon. Dengan mengambil tempat di gereja paroki, pilihan bacaan Ef 4:7,11-16 dan Luk 5:1-11 membantu para calon memikirkan dan menjawab kesanggupannya untuk digunakan oleh Tuhan membantu pelayanan dalam Gereja. Para calon prodiakon ini diajak untuk melihat bukan kepantasan dari kacamata dirinya sendiri tetapi dari cara Tuhan melihat karena Tuhan akan memberikan banyak hal besar seperti Yesus mengatakan pada para murid yang pertama yang dipanggilnya.
Setelah memohon kehadiran Roh Kudus para calon diajak melihat perikop bacaan dan merenungkannya lalu membuat pernyataan tertulis yang ditujukan kepada romo paroki. Pernyataan tersebut berupa kesediaan atau tidaknya menjadi prodiakon paroki. Tidak semua yang mengikuti pembekalan sejak awal menjawab sedia. Mereka yang telah secara jujur dan bebas di hadapan Tuhan menjawab kesediaan tetapi dihargai. Mereka yang telah membuat pernyataan ini akan dilantik pada tanggal 28 Desember pada Pesta Keluarga Kudus.

BDifo/tr

Senin, 01 Desember 2008

MISA BASA JAWI

Misa dalam bahasa Jawa kembali dilaksanakan di paroki St Petrus. Dengan menggunakan Minggu sore Minggu kelima, perayaan Ekaristi bahasa jawa diagendakan. Dengan menggunakan teks panduan ekaristi, perayaan ekaristi dapat berjalan lebih lancar dari biasanya. Meskipun gedung gereja tidak penuh, seperti biasanya pada hari-hari Minggu sore, perayaan ekaristi dapat berlangsung dengan khusuk. Lingkaran adven yang sudah diberkati pada Misa SAbtu sore tinggal dinyalakan lilinnya.
Umat yang datang tidak sepenuhnya paham ekaristi bahasa jawa. ADa yang datang karena ingin merasakan misa bahasa jawa, ada yang memang sudah biasa misa minggu sore, ada yang memang mendapat tugas, atau ada yang memang merindukan misa berbahasa jawa. Kotbah romo pun disampaikan dalam bahwa Jawa. Namun agar bahasa Jawa lebih mudah ditangkap romo menggunakan bahasa jawa ngoko, bukan krama inggil. Romo mengajak umat agar terbuka pada bimbingan Tuhan terutama kesediaan untuk berjaga lebih-lebih pada saat-saat sulit seperti yang ditunjukkan oleh penginjil entah waktu malam, tengah malam, pagi-pagi buta dan saat fajar. SAat-saat ini menjadi saat penting hidup Yesus. Karena itu umat diajak untuk berjaga senantiasa agar di saaat sulit rahmat Tuhan melimpah.
Misa bahasa Jawa masih tetap diupayakan dilakukan tiap minggu kelima minggu sore.

BDifo/tr